ALIANSI STRATEGIS ANTAR SEKTOR: 

Isyu Kritis dalam Pemberdayaan Keluarga 

 

Oleh : Edi Suharto, PhD 

 

 Strategic alliance is an agreement between two or more individuals or entities stating that the involved parties will act in a certain way in order to achieve a common goal. Strategic alliances usually make sense when the parties involved have complementary strengths.

 

KELUARGA memiliki makna sentral dalam sebuah realitas sosial. Hampir semua disiplin ilmu memandang keluarga sebagai entitas terkecil yang sangat fokal. Dalam ilmu ekonomi dikenal domestic economy dan subsistence economy yang kajiannya terpusat pada keluarga. Antropologi telah lama mencermati livelihood strategies dan household mechanisms sebagai sistem penanganan masalah berbasis keluarga. Pekerjaan sosial juga telah banyak berjasa dalam mengembangkan berbagai pelayanan sosial untuk keluarga. Bahkan di AS, AFDC (Aid for Families with Dependence Children) yang kini berganti dengan TANF (Temporary Assistance for Needy Families) adalah salah satu bentuk kebijakan sosial yang sangat terkenal dan dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan sosial (Suharto 2004a). 

 

Dalam konteks pembangunan sosial di Tanah Air, sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial memandang penting keluarga sebagai unit analisis maupun fokus pemberdayaan. Di Departemen Sosial saja, keluarga menjadi pusat perhatian berbagai direktorat. Sementara itu, departemen dan kementrian dalam kabinet sekarang ini tidak sedikit yang memfokuskan pada pemberdayaan keluarga. Perannya yang strategis membuat keluarga laksana sang primadona yang ‘diperebutkan’ oleh banyak kalangan. 

 

Banyaknya pihak yang memperhatikan keluarga sebagai tema pemberdayaan sebenarnya merupakan hal positif jika dibarengi dengan adanya koordinasi lintas profesional dan sektoral. Sebaliknya, tanpa sinergitas dan kerjasama antar lintas kalangan situasi ini dapat mengarah pada pemborosan sumberdaya, keberlebihan dan tumpang-tindih program (redundancy and overlapping), kejenuhan sasaran, dan bahkan ‘system abuse’ yang pada gilirannya dapat menjauhkan pencapaian tujuan pemberdayaan. Dalam konteks ini, aliansi antar lintas kalangan merupakan sebuah keniscayaan. Aliansi layak dikedepankan sebagai isyu strategis pemberdayaan keluarga.

 

APA ITU ALIANSI?

 

Aliansi (alliance) atau ‘persekutuan’ dapat diartikan sebagai kumpulan perseorangan, kelompok atau organisasi yang memiliki sumberdaya (sarana, prasarana, dana, keahlian, akses, pengaruh, informasi) yang bersedia dan kemudian terlibat aktif mengambil peran atau menjalankan fungsi dan tugas tertentu dalam suatu rangkaian kegiatan yang terpadu (lihat Topatimasang et al, 2000). Dengan kata lain, aliansi adalah sebuah jaringan kerja (networking) antar lintas yang memiliki keahlian dan sumberdaya berbeda namun memiliki komitmen dan agenda yang sejalan.

 

Dilihat dari kedekatan visi dan fungsi dari masing-masing anggota aliansi, maka dapat dibedakan ALIANSI STRATEGIS dan ALIANSI TAKTIS. 

1.

Aliansi Strategis menunjuk pada ‘sekutu dekat’ atau ‘lingkar inti’. Mereka tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) Garis Depan yang bertugas sebagai penggagas, pemrakarsa, pendiri, penggerak utama, sekaligus penentu dan pengendali arah kebijakan dari sebuah aliansi.

2.

Aliansi Taktis menunjuk pada ‘sekutu jauh’ atau ‘lingkar luar’ yang seringkali tidak terlibat langsung dalam kegiatan aliansi. Mereka umumnya tergabung dalam Pokja Pendukung (supporting unit) dan Pokja Basis (ground work) yang bertugas membantu penyediaan sarana, logistik, data dan kader yang dibutuhkan oleh lingkar inti.

 

Dengan demikian, sebuah aliansi dalam suatu gerakan pemberdayaan keluarga bisa saja merupakan suatu pelangi warna-warni dari berbagai pihak. Aliansi dapat terdiri dari lembaga pemerintah, non-pemerintah, partai politik, anggota profesi, dan para pakar akademisi. Bahkan asosiasi mahasiswa, media massa dan perusahaan swasta dapat pula menjadi anggota aliansi. Bentuk dan sifat hubungan antar anggota sekutu semacam ini sangat beragam dan tentunya memerlukan manajemen dan koordinasi yang tidak sederhana. Pembagian aliansi menjadi dua poros (Aliansi Strategis dan Aliansi Taktis) dapat membantu untuk mengidentifikasi posisi seluruh sekutu kedalam beberapa lapis lingkaran berdasarkan kedekatan visi dan misi yang diusung. Dengan begitu, jaringan sekutu dapat diklasifikasikan berdasarkan rentangan ‘sekutu dekat’ sampai ‘sekutu jauh’ (lihat Topatimasang et al, 2000). 

 

Aliansi strategis atau lingkar inti jelas memiliki peran sentral karena berfungsi sebagai penggerak utama seluruh jaringan aliansi. Tetapi kegiatan aliansi yang efektif sesungguhnya melibatkan dan dijalankan oleh sejumlah besar orang yang tergabung dalam kelompok garis depan, kelompok pendukung dan kelompok basis secara sinergis. Sejatinya, sebuah aliansi adalah jaringan sekutu yang tidak terlalu ‘membebani’ para anggotanya dengan persyaratan kaku dan ketat.

 

TUGAS ALIANSI

 

Dalam wacana pemberdayaan keluarga, sedikitnya ada tiga tugas utama yang dapat dilakukan oleh sebuah aliansi:

1.

Menganalisis isyu-isyu strategis yang berkaitan dengan permasalahan dan peran keluarga dalam konteks global

dan nasional. Isyu-isyu strategis ini secara berkala dianalisis dan kemudian ditetapkan  satu isyu yang akan

dijadikan rencana aksi. Sedikitnya ada beberapa karakteristik berkenaan dengan isyu-isyu strategis:

·         Isu tersebut bersifat aktual (sedang menjadi perhatian publik).

·         Sejalan dengan prioritas atau tingkat urgensi kepentingan publik.

·         Sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan sejalan dengan visi serta agenda perubahan sosial.

·         Mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan. Dapatkah isu tersebut direspon melalui aliansi?

·         Isu tersebut relevan dengan pekerjaan dan misi organisasi yang menjadi anggota aliansi.

2

Merumuskan grand design dan grand strategy program-program pemberdayaan keluarga. Parameter yang dapat digunakan dalam membuat desain dan strategi besar program dapat mengacu

pada prinsip SMART yang secara harafiah bisa diartikan sebagai  CERDAS. SMART merupakan akronim dari: 

·         Specific (khusus dan terfokus).

·         Measurable (terukur).

·         Achievable (dapat dicapai).

·         Realistic (sesuai dengan sumber dan kemampuan yang ada).

·         Time-bound (memiliki batasan waktu yang jelas).

3.

Melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan publik pada tingkat makro. Advokasi dapat dilakukan baik terhadap kebijakan yang dianggap menunjang maupun menghambat proses

pemberdayaan keluarga.

·         Advokasi adalah upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai bentuk komunikasi persuasif.

·         Advokasi berkaitan dengan strategi memenangkan argumen dan mengubah perilaku.

·         Advokasi adalah sebuah proses yang melibatkan seperangkat tindakan politis yang dilakukan oleh warga negara yang terorganisir untuk mentransformasikan hubungan-hubungan kekuasaan.

·         Tujuan advokasi adalah untuk mencapai perubahan kebijakan tertentu yang bermanfaat bagi penduduk yang terlibat dalam proses tersebut.

·         Advokasi yang efektif dilakukan sesuai dengan rencana stategis dan dalam kerangka waktu yang masuk akal (Suharto, 2004b)

         Mengacu pada pelaksanaan tugas aliansi, maka model aliansi pemberdayaan keluarga dapat digambarkan sebagai berikut:

 

 

PRINSIP

 

Orang-orang yang tergabung dalam jaringan sekutu ini dapat saja memiliki pandangan dan bahkan ‘ideologi politik’ yang bersebrangan dengan lingkar inti. Meskipun para anggota aliansi berasal dari berbagai organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berlainan, tidak berarti bahwa sebuah aliansi sangat sulit menyatukan langkah dan tujuan. Beberapa prinsip di bawah ini dapat dijadikan acuan dalam membentuk aliansi.

 

1. Carilah persamaan visi, bukan perbedaan kepentingan. Mulai dengan berbaik sangka.
2. Gagaskan capaian-capaian kecil terlebih dahulu. “Trust your hopes, not fear.”
3. Kerjakan kegiatan-kegiatan seperti yang telah direncanakan. “If we fail to plan, we plan to fail.”
4. Jadikan isyu yang telah disepakati sebagai inti gerakan dan tetaplah berpijak pada isyu tersebut.
5. Senantiasa terbuka terhadap pandangan lain. Bersedia bermufakat. Senantiasa memiliki semangat win-win negotiation.
6. Dinamis dan inovatif. Tidak mandeg dan tidak puas dengan capaian yang lalu. Berusaha terus menerus menggagas temuan-temuan baru. Merancang rencana aksi baru.

 

Menyempurnakan kemenangan-kemenangan terdahulu.

 

PROSES 

 

Manakala prinsip-prinsip di atas telah mampu dipenuhi, berbagai orang dari organisasi-organisasi yang berlainan dapat bekerja sama mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini, kelompok lingkar inti tidak perlu menutup diri. Kelompok inti dapat mengajak berbagai pihak menjadi anggota sekutu sesuai dengan dukungan dan sumberdaya yang dimilikinya. Proses pembentukan sebuah aliansi dapat melalui tahapan sebagai berikut:

1. Mencari fokus yang akan dijadikan agenda utama aliansi. Elaborasi isyu-isyu krusial dalam pemberdayaan keluarga. Fokuskan sasaran utamanya.
2.

Mengidentifikasi stakeholders dan mengeksplorasi pihak-pihak yang potensial menjadi pendukung dan penentang agenda aliansi. Lakukan stakeholders analysis:

·         Siapa stakeholder inti yang tertarik pada wacana pemberdayaan keluarga?

·         Apa alasan stakeholder tertarik pada wacana tersebut?

·         Bagaimana posisi mereka saat ini (mendukung, netral, menentang)?

·         Seberapa besar tingkat pengaruh mereka terhadap aliansi (tinggi, sedang, rendah)?

·         Apa sumber yang dimiliki stakeholder?

·         Dimana posisi stakeholder yang paling tepat (Pokja Garis Depan, Pokja Pendukung atau Pokja Basis)?

3. Menyamakan dan mempertajam visi bersama. Sepakati tujuan dan strategi yang akan digunakan dalam mencapai visi.
4. Mobilisasi sumber-sumber yang diperlukan aliansi. Apa? Dimana? Seberapa besar? \ Bagaimana mengaksesnya? Bagaimana mengoptimalkannya?
5. Mulailah bekerja sesuai rencana. Sistematis. Konsisten. Bertahap maju.

 

WASPADA

 

Aliansi dapat menjadi wahana strategis dalam mencapai ageda dan tujuan tertentu. Akan tetapi, aliansi bukanlah sebuah kumpulan dan gerakan yang hampa dari berbagai resiko (lihat Topatimasang et al, 2000:28). Karenanya, anggota-anggota aliansi harus tetap memiliki kewaspadaan terhadap kemungkinan munculnya berbagai tantangan yang menghadang, seperti:

·      

Para anggota yang tergabung dalam aliansi dapat lupa pada prioritas induk organisasinya semula. Program utama induk organisasi dapat terbajak, tersingkirkan atau tergeser oleh agenda aliansi.

·     

Menjadi ‘sasaran tembak’ dari berbagai kekuatan yang menentang. Dapat mengagalkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, putus akses ke sumberdaya, kepercayaan diri anggota aliansi merosot, masalah internal muncul di tubuh aliansi.

·      

Ditolak oleh masyarakat dan bahkan anggota organisasi induknya yang kepentingannya terganggu.

·      

Menguras banyak sumberdaya dan waktu. Staf disebarkan secara berlebih untuk mengerjakan banyak tugas baru di luar tugas rutin mereka. Beban kerja bertambah untuk mencari sumber-sumber dana baru.

·      

Kalau agenda yang diperjuangkan mengalami banyak kegagalan dapat menumbulkan demoralisasi, kehilangan semangat, kehilangan kredibilitas dll.

 

 

BAHAN BACAAN

 

Dunn, William N. (1981), Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Prentice Hall

Magill, Robert S (1986), Social Policy in American Society, New York: Human Science

Quade, E.S. (1982), Analysis for Public Decisions, New York: Elsevier Science

Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekrjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan.

---------, (2004a), Kebijakan Sosial dan Perencanaan Sosial, Materi Kuliah Pascasarjana Magister Pengembangan Masyarakat IPB-STKS Bandung.

---------, (2004b), Bagaimana Menjadi Analis Kebijakan Sosial: Dari Policy Paper ke Advokasi, Materi Semiloka dan Pengayaan Dosen STKS Bandung, Bandung 23 April

--------- dkk (2002), “Metode-Metode Pekerjaan Sosial” dalam Modul Pelatihan Dasar Pekerjaan Sosial (Modul 4): Lembang: BBPPKS

Topatimasang, Roem, Mansour Fakih dan Toto Rahardjo (eds) (2000). Mengubah Kebijakan Publik. Yoyakarta: Pustaka Pelajar